Hampir
setiap hari kemari kalau lagi dirumah. Kalau dibulan puasa apalagi pas menjelang
lebaran yang biasa dikenal dengan prepegan,
aku bisa kesini kurang lebih 4 kali dalam sehari. Kalau ga sama nyokap, sama
Mawar, sama bokap, bahkan sendirian. Aku sih seneng-seneng aja kemari secara instingku
sebagai perempuan. Yang aku kurang seneng adalah kalau pergi kemarinya pas
hujan atau pasca hujan. Eeww becek.
Udah
mulai terjun ke sini semenjak kelas X, jadi tuh Bonyok bikin kue kering yang
harus diantar kesini kalau ada yang memesan. Ada sekitar 10 lebih langganannya,
dulu banyak hampir 25an tapi semakin kesini semakin berkurang karena faktor
persaingan dan juga faktor pembayaran. Langganan bonyok yang sekarang
lebih cepat memesan trus langsung bayar tunai disetiap pengiriman.
Disini,
kecakepanku terakui dan terakreditasi bagus. Ini seriusan ga bohong. Hampir
semua penjual bilang aku cakep terbukti dari ucapan yang keluar dan dengan
sadar dan jelas sekali aku dengar pernyataan yang persuatif tersebut.
“Nok ayu, kye rah
pindange esih seger, gedhe-gedhe maning. Arep sepira?”
*dalam
hati, ya Tuhan yang dia jual kan udah mati trus bau lagi, tapi bilangnya seger.
Tapi ga papa, yang terpenting adalah dia bilang aku cakep.
“golet apa nok ayu? Kye
rah mene ora bakal mbebodo ikih, olih dinyang. Sog digolet karo dpilih”
*iuh,
aku cari tahu aci banjaran yang tinggal goreng, tapi yang dia jual apa tau jadi
aku berlalu jalan aja geleng-geleng sambil senyum.
“lakban go panci bocor...,
karet tutup panci...., lap..., asahan lading..., kancing dom..., murah-murah”
“pilih sing ndine nok ayu?
apa kabeh”
*senyum
sambil bilang “mboten Pak” pas ditawarin sama abang asongan. Kasian aku
sebenarnya. Atuh gimana lagi -__-
Itu
beberapa ucapan reka ulang yang menyatakan bahwa aku cakep. Ada banyak
sebenarnya tapi cukuplah sampel segitu, valid.
Nah
tempat kongkow aku kalau lagi nganter Emak ke pasar adalah duduk ngantuk depan
toko Wakrud sebrangnya eks losmen Tentram, mengamati aktivitas sekitar.
Tampak
mobil bak terbuka yang terparkir membawa hasil pertanian dari dataran tinggi
berupa sayur mayur. Dari arah utara datang barisan transformers yang terdiri dari
bus mikro, mobil box, becak, ojek, motor, elp, truk dan juga angkudes. Sesuai
akronimnya yaitu Angkutan Desa, tentu angkudes ini dari beberapa desa sekitaran
Bumiayu dengan ciri warna tertentu.
Kebanyakan dari kecamatan Tonjong dan kecamatan Sirampog. Tak banyak yang
berubah ciri warna tiap angkudes. Oren untuk Linggapura Tonjong, Kuning untuk
Benda dan sekitarnya dan Hijau untuk Buniwah dan sekitarnya serta hijau gelap
untuk Talok. Jadi ancot disini ga pake nomer kek yang ada dikota, dari warna
kita bisa mengenali.
Dibahu
jalan depan aku duduk, berderet rapi sepeda motor dengan berbagai jenis dan
merk. Jika tampak kurang rapi, akan segera dirapikan oleh petugas parkir yang
tengah berjaga. Hampir sama dengan suasana area parkir yang pernah kita jumpai
ditepi jalan. Yang berbeda mungkin pelayanannya untuk tarif parkirnya sama, mau
berapa jampun ya tetep bayar cibu. Kalau dikota 2000an.
Pernah
begini, udah tengak-tengok memastikan keberadaan abang parkir dan yakin sekali
bahwa ga ada karna lagi kemana tau (intinya aku mau kabur biar ga bayar parkir,
hehehe) eh tiba-tiba “prit... prit... prit...”
tuh abang parkir nongol dan mendekat, kena deh !!!. Berulah kek gini ga sekali
dua kali. Tapi itu dulu, jamannya khilaf. Biasalah kebawa temen, ngikut-ngikut
orang lain juga (hehehe). Jangan ditiru boss, sungguh tidak mulia !!!. Ditambah
karena adanya kesempatan juga berulah kek gini. Kata Bang Napi “kejahatan bukan
hanya terjadi karna adanya niat pelaku, tapi juga karna adanya kesempatan.
Waspadalah! Waspadalah!”. Tau dah kalimatnya plek-jiplek kek begitu apa ga, lupa-lupa
ingat.
Alhamdulillaah
sekarang udah ga lagi. Dipikir-pikir, juru parkir jelas sebuah pekerjaan.
membantu dan menjaga motor kita dari oknum curanmor. Juga melindungi dari
paparan sinar matahari yang mengandung UV A dan UV B yang membuat kullit motor kusam
dan munculnya bintik hitam atau coklat. Juru parkir juga jelas bekerja, tidak
meminta-minta. Jadi jangan merasa sayang lagi mengeluarkan uang cibu atau dua
ribu untuk bayar parkir. Walaupun kita hanya parkir sebentar. Membiasakan
berbagi, in sya Allah berkah.
Terkadang
kalau lagi merasa hidup begini-begini saja dan membosankan, dengan mengamati
kegiatan dipasar, muncul kembali rasa syukur.
Banyak
kita jumpai perempuan yang sudah tidak muda lagi berkeliling, menjajakan barang
dagangannya yang digendong dan ditenteng sambil terus berdoa segera laku, dan terjual habis. Ya walaupun laba yang didapat tidak seberapa tapi bagi mereaka apa yang telah diperoleh sungguh berarti. Tidak sedikit pula lelaki lanjut usia
yang masih bekerja mengayuh becak dimana kalau aku menerapkan ilmu perkayongan
maka akan didapat hasil demikian:
(Beban muatan) > ∑ (beban becak) + (beban tukang becak)
Itu
baru beban nyata, belum beban ghaib seperti pikiran, perasaan dan hidup. Ya
begitulah, rasa-rasanya sungguh tidak seimbang. Ga kebayang kalau melewati
jalan menurun, apalagi menanjak.
Kita
juga akan mudah menjumpai lelaki senja yang berprofesi bongkar muat. Maaf, umumnya
disini menyebut kuli. Sulit menjumpai kuli yang muda.
Nah dari melihat mereka-mereka inilah timbul kembali rasa syukur. demikian beruntungnya hidupku dibandingkan mereka. Kesulitan, kesedihan dan apa yang aku rasa berat dalam menjalani hidup ini, tidak ada sekuku irenge dengan beban meraka. Alhamdulilaah... maafkan dan ampuni aku karna kufur akan nikmatMu!.
Nah dari melihat mereka-mereka inilah timbul kembali rasa syukur. demikian beruntungnya hidupku dibandingkan mereka. Kesulitan, kesedihan dan apa yang aku rasa berat dalam menjalani hidup ini, tidak ada sekuku irenge dengan beban meraka. Alhamdulilaah... maafkan dan ampuni aku karna kufur akan nikmatMu!.
Dulu
ketika newbe jadi orang pasar, pernah menceritakan kepada bokap perihal rasa
kasianku melihat banyak orang tua yang masih harus bekerja keras di usia yang
seharusnya mereka nikmati bersama anak cucu dan juga membekali rohani mereka.
Lantas beliau menanggapi dengan nasihat yang intinya kurang lebih sebagai
berikut:
-----
5 perkara sebelum lima perkara: Sehat sebelum Sakit, Kaya
sebelum Miskin, Lapang sebelum Sempit, Hidup sebelum Mati, Muda sebelum Tua.
Hidup ini hanya sekali, sangat berharga. Pun dengan masa
mudamu, juga sekali, sangat-sangat berharga. Maka isilah dengan sesuatu yang
bermanfaat agar tidak menyesal kemudian hari. Disekitar kita, mudah kita jumpai
orang dengan usia yang sudah kesana yang hanya bisa menyesal menatap masa lalunya
yang lewat sisa-sia. Sekolah tidak beres, kerja tidak serius, hanya bisa
menghabiskan waktu mubazir.
Apa yang kau lihat bisa jadi merupakan contoh nyata sebab-akibat
dari masa mudanya yang dia tidak manfaatkan sebaik mungkin, disamping orang
tuanya yang juga kurang mengarahkan. Maka jangan bermalas-malasan, bekerjalah
dengan sungguh-sungguh dan jujur. Agar kelak masa tuamu tidak susah dan
menyusahkan.
-----
Ou
ou ou tanggapan beliau tak seperti yang aku bayangkan. Flashback mengenai bio yang tercantum dalam instagramku
yaitu muda hura-hura, tua bahagia, mati masuk surga sangat perlu diabaikan. Aku
sendiri belum ingin menggantinya, biarlah seperti itu. Tidak ingin merepotkan
diri sendiri dengan penilaian orang lain. Baik buruknya kita, kita yang lebih
tahu. Jadi berhentilah untuk terlihat baik, baiknya sungguhan saja ya 😃.
Terakhir,
Jika kita bersedih, doakan dan upayakanlah kebahagian bagi
orang lain. Itu lebih baik daripada hanya bersedih.
Tuhan lebih mencintai kita jika didalam kekurangan, kita mendoakan
dan membantu orang lain mencapai kelebihan.
Tuhan melihat kita, maka bersikaplah yang baik. Tuhan
mendengar kita, batinlah dan katakan hanya yang baik.
Tidak ada kebaikan kita yang sia-sia, maka bersabarlah dalam
penantian. Kebaikan adalah hak orang baik, sabarlah.
Jika kita ingin menangis, menangislah. Air mata adalah doa
saat bibir kita tak mampu berkata-kata.
Jangan tanyakan dimana Tuhan
saat kita minta tolong, tapi ingatlah dimana kita saat Tuhan memanggil
untuk mendekat.
Maka, dekatkanlah diri kita kepada Tuhan dalam doa dan upaya
yang jujur.
Bersabarlah jangan menyerah.
0 komentar:
Posting Komentar