Senin, 22 Agustus 2016

Hujan


Pekan terakhir gue disini di bulan Agustus, beberapa hari kedepan bakalan touchdown di Bumiayu pake Gaya Baru Malam. Beberapa terakhir ditelponin Bonyok mulu suruh balik. Ada apa gerangan? Entahlah sesudahnya ada beberapa hipotesa yang muncul yang gue ambil dari fenomena ini, diantaranya;
  1. Mungkin adik cewe gue urgent lagi butuh partner buat nyuci piring, nyuci baju dan nyapu yang bisa shifting.
  2. Mungkin para tetangga kangen senyuman manis dan sapaan hangat gue.
  3. Mungkin Bonyok khawatir jemurannya ga ada yang ngangkatin kalau hujan turun. Karena Bonyok sering pergi pas cuaca panas jadi membatalkan niatnya untuk mindahin jemuran.
  4. Mungkin Bonyok minta oleh-oleh calon mantu biar lekas download mantu juga.
  5. Mungkinkah kita kan selalu bersama walau terbentang jarak antara kita. Biarlah kepeluk erat dirimu untuk melepaskan semua kerinduanku.

Dari hipotesa yang dihasilkan yang jumlahnya udah kek panca indra, prosentase terbesar ada di urutan kedua. Jangan tanya fakta, data dan teorinya, karena semua ini cuman ilmu perkayongan.

Oke sebelum hujan turun, gue juga mau turun sebelum akhirnya kelaparan karena terhalang oleh nikmat Tuhan yang satu ini. kebetulan didepan ada warung baru jualan salah satu makanan favoritku. Perlu dicoba. Dimulai dari mengunci pintu apartemen, menuruni 11 anak tangga, belok kiri 3 kali lalu kemudian belok kanan jalan lurus kedepan, warungnya ada disebelah kiri jalan dari arah kedatangan gue. Beuh.... buat bisa menikmatinya harus ngantri dulu. Setelah sekitar 20 menit menunggu dengan damai, tiba juga giliranku yang disambut dengan semakin mendungnya langit nun jauh diatas sana. Menerima bungkusan dari abangnya dan bayar langsung buru-buru balik. Di pertengahan jalan ada rintangan yang menghadang tepat di gang masuk menuju apartemen gue.

Ya Tuhan ini kenapa mendadak banyak ayam dijalan yang mau gue lewati. Ga ada jalan alternatif lain, itu jalan utama dan cuma satu-satunya. Kalau ayamnya udah gedhe-gedhe sih ga papa. Yang gue hadepin ini, ayam gedhenya 1 dengan beberapa anaknya. Tahu sendiri kan kalau induk ayam sensitif dan baperan kalau lagi traveliing bareng anak-anaknya. Lewat doang ga ngapa-ngapain, eh tiba-tiba ga ada angin ga ada ujan main kladung aja. Ini segala salah satu anak perawannya lari-lari manja didepan gue. Kelar hidup gue, gue jadi incaran induk ayamnya. Lah harusnya kan gue yang teriak, ini malah biangnya yang teriak-teriak dengan suara khas kokokannya. Entahlah ini gue sebenarnya lagi masuk acara realiti show jebakan Batman atau Supertrap?. Fix kaki gue jadi tumbal the power of induk ayam. In sya Allah ikhlas, ngeluh dan kesakitan dikit mah wajar dan manusiawi. Bukannya gue ga bsa ngelawan tapi gue lebih mengalah untuk menang. Tau sendirikan sifat sila kedua gue amat kuat, sebagai manusia yang beradab tentu ga terpuji kalau berkelahi sama emak-emak (induk ayam). Gue yakin banget itu ayam ga lagi haid ataupun lagi PMS (Pra Menstruation Syndrome) atau kena serangan darah tinggi. Tapi ya ampun sensitifnya na’udzubillaah. Kalau ngladung kejam banget, kejamnya melebihi Ibukota.

Hujan yang turun menyelamatkan aku dari tragedi itu, Alhamdulillaah Allahumma Shoyyiban Naafi’aan “Ya Allah semoga hujan ini bermanfaat” Muthirna bifadlilaahi wa rokhmatik “ Ya Allah semoga hujan ini bermanfaat dan membawa rahmat”.

Agenda menu makan malam nanti adalah pecel ayam, itung-itung balas dendam (wkwkwk) ups... ketawanya salah, itu ketawa bebek hehehe...

Pernah bukan baca novel Hujannnya Tere Liye, ada beberapa qoute yang menarik.

Hakikat hidup adalah menunggu, menunggu kapan kita berhenti menunggu”

Bukan melupakan yang menjadi masalahnya. Tapi menerima. Barang siapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan”

Jika kau merasa bahagia dan sakit diwaktu bersamaan. Merasa yakin dan ragu dalam satu hela nafas. Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok. Tak pelak lagi, kau sedang jatuh cinta”

Kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun? Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannnya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya”

"Orang kuat itu bukan berarti dia selalu kuat. Tidak. Melainkan dia tahu sekali kapan harus berjuang habis-habisan, kapan harus siap tulus melepaskan".



Sumber gambar: goodreads.com

0 komentar:

Posting Komentar