Masjid terlihat penuh sejak hari pertama
bulan Ramadhan, di malam hari saat salat tarawih, bahkan di waktu subuh. Di waktu-waktu salat lainnya, seperti dzuhur dan ashar,
masjid pun disemuti orang-orang yang singgah untuk shalat kemudian melepaskan
penat dan lelah usai bekerja. Sebagian tampak serius mendengarkan ceramah
selepas ashar. Adakah suasana seperti itu bisa kita temui di bulan lain selain
Ramadhan? Jika Allah tak menciptakan bulan Ramadhan untuk kehidupan kita,
mungkinkah masjid kita dipenuhi jamaah setiap malam dan waktu subuh?
Di banyak tempat, hampir setiap saat bisa
kita saksikan orang-orang, muda dan tua, khusyuk memegang mushaf al-Qur'an.
Seolah menjadi bacaan wajib yang tak boleh tertinggal untuk menghiasi hari
dengan lantuan ayat suci, tak peduli di mana mereka berada. Di dalam bis,
gerbong kereta, dalam kelas, kampus, di kantor, bahkan dalam kendaraan pribadi
pun diperdengarkan suara yang semakin mendekatkan kita kepada Allah. Andai
hari-hari terakhir yang kita saksikan saat ini bukan hari-hari Ramadhan, adakah
orang-orang yang menjadikan al-Qur'an bacaan wajibnya setiap hari, bahkan
setiap usai salat lima waktu sebanyak saat ini?
Orang-orang berlomba memperbanyak sedekah,
infak dan zakat seolah esok hari kita akan mati, sehingga merasa punya cukup
bekal untuk berhadapan dengan Allah. Jika Allah tak menjanjikan ganjaran
berlipat ganda untuk setiap amal shalih, infaq dan sedekah yang dilakukan di
bulan Ramadhan, mungkinkah sama semangat kita untuk beramal shalih? Sebesar
saat Ramadhan kan sedekah yang kita beri?
Di waktu-waktu menjelang maghrib, para
tetangga saling hantar penganan berbuka. Masjid-masjid membuka pintu
lebar-lebar, kemudian mengundang fakir miskin dan orang-orang dalam perjalanan
untuk berbuka puasa bersama, menikmati penganan seadanya. Begitu adzan
berkumandang, keceriaan fakir miskin begitu jelas terlihat meski hanya segelas
teh manis dan tiga buah kurma di tangan mereka. Jika tak pernah ada yang
menjelaskan bahwasanya pahala memberi makanan berbuka bagi orang berpuasa sama
dengan pahala berpuasa itu sendiri, akankah tetap tersedia makanan berbuka di
berbagai masjid? Adakah saling hantar makanan oleh orang-orang bertetangga?
Sejuk, nyaman dan aman. Inilah suasana yang
tercipta dan kita rasakan selama bulan Ramadhan. Semua orang di hadapan kita
begitu mempesona, dan yang kita jumpai pun tampak baik, sabar, serta menahan
amarah mereka. “Jangan marah, kan sedang berpuasa” itu nasihat yang sering kita
dengar saat amarah memuncak, redalah hati. Senyum persaudaraan senantiasa kita
dapatkan di mana pun kita berada. Akankah hari-hari penuh kesejukan seperti ini
yang tetap bisa kita rasakan seandainya Ramadhan tak pernah ada?
Kepedulian terhadap sesama begitu tinggi di
bulan ini, mungkin pengaruh perut lapar kita yang ikut merasakan betapa banyak
orang-orang yang tetap berpuasa meski bukan di bulan Ramadhan. Saling berbagi,
memberi dan empati amat ringan tercipta dari tangan dan hati kita. Tetap
pedulikah kita di bulan selain Ramadhan? Masih adakah yang akan terus kita bagi
kepada orang lain, meski tak lagi di bulan Ramadhan?
Jika Ramadhan tak pernah ada, masihkah kita
jumpai kebaikan, kepedulian, dan kesejukan dalam kehidupan sehari-hari? Akankah
semua kenikmatan itu hanya seperti buah kurma, yang muncul khusus di bulan
Ramadhan saja. Kemudian hilang entah ke mana sehari setelah hari raya, sehari
setelah kita saling bermaafan, sehari setelah kita merayakan hari kemenangan.
Beruntunglah kita, karena Allah
menghadirkan Ramadhan untuk hamba-Nya. Akan sangat beruntunglah kita, jika kita
mampu menghadirkan nuansa Ramadhan di lain bulan selain Ramadhan. Semoga.
-
-
-
(Sumber:
Bayu Gawtama)